Thursday, August 1, 2013

Skip // Teledor // Efek Liburan

Its been long time gak ngeblog lagi. Sekarang lagi libur kuliah nih makanya sempet ada waktu luang iseng nulis lagi. Tenang aja, gue gak bakal nulis hal hal yang berat atau yang berbau sastra kok. Cuma lagi pengen cerita aja hal hal apa yang udah gue lalui.

Well udah selesai melalui masa berat semester 4. Gak hanya berat di sks ataupun sistem kuliahnya, tapi banyak masalah intern keluarga yang gue alami. Banyak orang baru yang masuk ke keluarga kami. Awalnya gue menolak namun demi kebahagiaan bersama gue merelakan hal yang paling gue benci terjadi. Setelah itu gue lega namun masih terkadang kepikiran. Apalagi masih gondok untuk menerima ip yang menurun. Tapi sambil nutupin kekalutan dengan orang rumah, gue lampiasin semua ke kerjaan Rockinland bantuin Mba Tya jadi assisten media handling dan mata kuliah Enterpreneurship yang sukses bikin gue turun 7kg karena banyak begadang serta segala tetek bengeknya.

So what's now? Sambil liburan yang kayanya masih lama banget sampe 23 September, sekarang gue lagi nyoba magang iseng-isengan lagi jadi Producer Assitant disalah satu Production House di Kemang. Gue lagi ngebantuin dalam produksi iklan sebuah makanan kecil yang manis. Suasana kantornya lumayan enak kok, apalagi bisa pake baju bebas celana pendek pun juga slow. Tapi sejauh ini gue ngerasa belom "klik" aja karena gue ngerasa gue masih amat sangat lamban dan belom taktis dalam bekerja. Baru beberapa hari aja gue udah ngalakuin kesalahan kecil sepele tapi bisa bikin fatal. Ya seperti biasanya Nadya si perfeksionis ini terkadang masih teledor dodol banget. Walaupun Producer gue yang baik itu terlihat cuma senyum doang ketika gue melakukan kesalahan, malah hal itu jadi sentilan banget  buat gue. Im pretty ashamed. Apalagi pas dia bilang "Like i told you before that in advertising and production  house world everythinhg has to be perfect, right?" Kalo kaya gini jadi keinget waktu itu tukar pikiran dengan mas Danang yang sekarang udah super terkenal dengan acara comedy show-nya di salah satu televisi swasta baru. Waktu itu dia sambil nyetir cuma bilang 'Adek, manusia itu jatuh kepleset bukan karena batu yang besar. Coba kamu pernah gak kepleset sama batu kali yang segede gaban itu? Manusia itu jatuh kesandung karena batu keririkil. It mean di dunia ini manusia tuh kesandung masalah gara - gara hal yang sepele. Makanya kamu jangan suka ngegampangin hal yang kecil ya"

Yaudah deh intinya Nadya dodol gak mau jadi teledor lagi.
Selamat Puasa semuanya!

Sunday, April 7, 2013

Sudah Lama


Ceritanya dulu lagi sering bolak balik kantor Kompas waktu nengokin junior baru Kompas Muda yang sedang magang. Nah sekalian yaaaa sempat juga pernah ngobrol panjang bertukar pikiran dan pendapat sama mba Doe tentang musik indie. Dikirain cuma buat bahan obrolan aja, eh ternyata naik cetak dan terbit tepat di hari ulang tahun ke 19. Ahahaha ketauan kan jarang baca koran jadinya malah baru tau sekarang bahwa ada artikel ini. Lumayan nama kesebut disini :""""""")


Musik Indonesia, Kompas 21.09.2012



INDUSTRI MUSIK INDONESIA


Bukan karena 

Ingin Kaya 

Raya  

Rabu (19/9) pukul 05.00, Andhika (20) terbangun dari tidurnya oleh bunyi alarm yang dia pasang di telepon selulernya. Lagu alarm yang dia pilih cukup ampuh, sebuah lagu milik band indie Efek Rumah Kaca.
”Aku pasang ’Cinta Melulu’ karena lagunya berisik,” ujar Andhika. Bersama ”Cinta Melulu”, Andhika memulai hari-harinya. Pilihan lagu alarm itu bukan tanpa alasan. Andhika adalah satu dari sekian banyak penggemar Efek Rumah Kaca (ERK) yang beranggotakan Cholil Mahmud, Adrian Yunan Faisal, dan Akbar Bagus Sudibyo itu.
Selain ERK, Andhika juga menggemari Stereomantic, Tantrum, The Milo, Gentle Sons, Fstvlst, dan Rocket Rockers. Semuanya band indie asal Indonesia. ”Aku sudah enggak pernah dengerin band-band mainstream lagi. Malas. Lagu mereka menye-menye, liriknya tidak masuk akal. Semuanya tentang cinta. Hidup kan tidak melulu soal cinta,” lontar Andhika.
Dia mencontohkan sejumlah lagu milik ERK yang temanya sangat beragam, namun nyata terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Soal hujan, kemajuan teknologi, hingga kenakalan remaja.
Aztari Ayu Nadya (18) juga penggemar band indie. ”Aku suka Mocca, The Trees and The Wild, White Shoes and The Couples Company, sama Sore,” ujar Nadya. Serupa dengan Andhika, Nadya juga tidak terlalu gemar band-band mainstream. Hanya beberapa band saja yang masih dia dengarkan, seperti Sheila On7 dan Maliq and D’esentials.
Menurut Nadya, jenis musik band indie jauh lebih menarik ketimbang band-band mainstream. ”Yang mainstream kadang-kadang alay. Tidak berani beda dan itu-itu aja, hampir sama satu sama lain. Isinya semua tentang cinta yang menye-menye,” papar Nadya. Sedangkan tema cinta di tangan band-band indie menurut dia diutarakan dengan lirik yang bagus.
Selain lirik, performa band indie yang unik dan kadang nyentrik juga jadi alasan. Andhika dan Nadya pun mengejar konser band indie favorit, memburu CD yang kerap dikemas serupa karya seni, dan membeli pernik-pernik (merchandise) yang dibuat terbatas.
Didasari kecintaan
Di jajaran band indie Tanah Air, nama ERK tak asing. Kedua album ERK, Efek Rumah Kaca dan Kamar Gelap, terjual antara 7.000-9.000 keping. Lumayan untuk ukuran band indie.
Di luar aktivitas panggung dan urusan rekaman album baru, Cholil, vokalis Efek Rumah Kaca, adalah pekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hukum. Dua personel ERK, Adrian dan Akbar, juga memiliki pekerjaan lain. ”Saya tinggal rayu-rayu bos agar tetap bisa menjalani aktivitas bermusik saya,” ujar Cholil seraya tersenyum.
”Kami main musik karena kami mencintai musik. Karena kecintaan, sering kali hasilnya lebih maksimal. Masalah orang suka atau tidak, tak masalah,” ujar Cholil.
Penjualan cakram padat (CD) yang hanya 7.000-9.000 keping, bukan masalah bagi mereka. Yang terpenting bagi mereka, bagaimana menyalurkan kreativitas musik. Berapa pun apresiasi yang mereka terima, mereka syukuri. ”Karena kami punya pekerjaan, bila terjadi apa-apa kami tidak khawatir. Setidaknya kami punya jalan keluar,” tutur Cholil.
Arian, vokalis band indie Seringai bergenre rock cadas menuturkan hal serupa. ”Kami bersenang-senang dengan musik kami. Tujuan kami bukan untuk jadi kaya raya,” tuturnya.
Meski belum sampai mencetak angka penjualan CD hingga puluhan ribu keping, album terbaru Seringai, Taring, laris-manis diburu penggemar mereka. CD versi eksklusif seharga Rp 75.000– yang mereka produksi sebanyak 999 keping–ludes dalam dua hari. Sementara CD versi reguler yang dibanderol Rp 35.000, hingga saat ini sudah terjual sebanyak 7.000 keping. ”Dengan penjualan CD eksklusif selama dua hari itu, kami sudah balik modal rekaman,” ungkap Arian.
Sejak rilis Taring, jadwal manggung Seringai penuh hingga Desember 2012. ”Tetapi kami hanya main weekend (akhir pekan) karena di hari biasa kami harus bekerja,” kata Arian yang berprofesi sebagai ilustrator.
Grup indie White Shoes and The Couple Company juga mencatat penjualan sebanyak 10.000 keping CD untuk album kedua mereka, Vakansi. Piringan hitam mereka yang diproduksi 300 buah dengan harga Rp 275.000 habis dalam waktu dua minggu di dalam negeri.
Angka itu belum termasuk yang terjual di luar negeri. Jadwal manggung mereka juga nyaris penuh setiap akhir pekan, rata-rata 8-9 kali dalam satu bulan.
Para personel White Shoes sepakat bahwa tugas musisi adalah berkarya dengan memegang kaidah tidak menyepelekan dan bertanggung jawab kepada pendengar mereka. ”Jadi jangan berpikir kalau pendengar kita bodoh. Jangan anggap mereka sebagai obyek, hanya untuk beli benda saja,” tambah Sari.
”Bila yang dikejar hanya uang, ingin cepat kaya, maka tidak akan pernah ada puasnya, kurang terus. Selama kita selalu kreatif, pasti bisa bertahan,” ujar Saleh.
Sebagaimana ERK dan Seringai, White Shoes juga mengeluarkan pernik-pernik secara terbatas. ”Untuk satu produk maksimal 100 buah,” papar manajer White Shoes, Indra Ameng.
Sementara Seringai, misalnya, untuk satu desain kaus bisa menjual 200-300 lembar dengan harga Rp 125.000. Saat ini Seringai setidaknya memiliki 11 desain. ”Ini yang tidak dimiliki industri musik mainstream,” papar Arian.
Tidak heran bila di tengah lesunya industri musik Tanah Air, band-band indie seolah bergeming. Mereka menunjukkan daya tahan dengan tetap berstrategi menghadapi perubahan zaman.
(Dwi As Setianingsih)

Saturday, March 30, 2013

12:23

Sekarang, kita sedang di masa saling mengejar, mengejar impian. Impianku adalah semua tentang masa depanku, 3k: kehidupanku, karirku & kamu."

— Aztari Ayu Nadya. 11 Oktober 2012

Friday, March 15, 2013

9:56


Your whole world has transformed. You realize the ground beneath you has shifted. Things are uncertain. And there’s no turning back. The world around you is different now. Unrecognizable. And there’s nothing you can do about it. You’re stuck. The future’s staring you in the face. And you’re not sure you like what you see. Like I said, I’m not big into change.
 —  Richard Webber - ‘The Face of Change’

Monday, February 4, 2013

Oh. K.


He didn’t move, but stayed with his friend, his legs swinging slowly back and forth, ignoring the open doorway.


    — Hubert Selby Jr., from The Room

Saturday, January 19, 2013

Miles away




















Back to the days where I'm counting the years/Clock never seems to alive/And all i can do is believe what he said/Love never go sleep//But miles and miles away/Far across the sea/Thousand miles away behind the star/I miss "us".

Thursday, January 10, 2013

2013


Tahun ini, saya akan melepas umur dengan awalan angka satu.
Tahun ini, saya akan memasuki semester 4
Tahun ini, saya sudah 2 tahun melewati masa indahnya SMA
Tahun ini, saya hanya berharap semuanya akan berjalan dengan baik dan lancar
Tahun ini, saya akan lebih berusaha untuk tetap sabar & bersyukur dalam hal apapun
Tahun ini, saya
Tahun ini, saya
Tahun ini, saya
Tahun ini, saya
Tahun ini, saya
Tahun ini, saya
Tahun ini, saya
Tahun ini, saya tidak mau menjadi pribadi yang galak lagi..